Dompet Digital Makin Menggila! Kenapa Gen Z Rela 'Bakar Duit' Pakai Paylater?

Dompet Digital Makin Menggila! Kenapa Gen Z Rela 'Bakar Duit' Pakai Paylater?
Pernah gak sih kalian sadar kalau belakangan ini suara gemerincing uang receh di saku celana makin jarang terdengar? Gantinya, suara "ting!" notifikasi sukses transfer e-wallet yang justru lebih sering mampir di telinga. Yap, selamat datang di era di mana dompet fisik mulai kehilangan pamornya, tergeser oleh aplikasi warna-warni di layar ponsel.
Laporan terbaru dari Asosiasi Fintech Indonesia bikin mata kita terbelalak. Ternyata, Generasi Z (Gen Z)—mereka yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012—menjadi raja dan ratu dalam urusan transaksi digital. Bayangkan saja, 60% dari total volume transaksi dompet digital di kuartal keempat tahun 2025 dikuasai oleh mereka!
Fenomena apa ini sebenarnya? Apakah Gen Z memang lebih konsumtif, atau mereka justru lebih cerdas memanfaatkan teknologi? Mari kita bedah lebih dalam fenomena "bakar duit" ala Gen Z ini.
"No Cash, No Worries"
Bagi Gen Z, ketinggalan dompet di rumah itu bukan masalah besar. Tapi kalau HP yang ketinggalan? Bisa panik setengah mati! "Gue mending balik lagi ke rumah ambil HP daripada jalan terus tapi gak bawa HP. Dompet? Isinya cuma KTP sama kartu ATM doang, jarang banget pegang cash," curhat Sarah (22), mahasiswa tingkat akhir di Jakarta Selatan.
Pernyataan Sarah mewakili jutaan anak muda lainnya. Kemudahan adalah koentji. Kenapa harus repot cari ATM untuk tarik tunai, lalu pusing cari uang pas atau nunggu kembalian receh, kalau tinggal scan QRIS semua beres dalam hitungan detik? Pengalaman pengguna (user experience) yang seamless alias mulus inilah yang membuat dompet digital begitu adiktif.
Paylater: Sahabat atau Jebakan Batman?
Nah, ini dia biang kerok sekaligus pahlawan kesiangan yang bikin transaksi digital makin meroket: Paylater. Fitur "Beli Sekarang, Bayar Nanti" ini seolah menjadi angin segar bagi Gen Z yang punya banyak keinginan (alias wishlist) tapi dompetnya (masih) pas-pasan.
Promo cashback yang agresif, diskon potongan harga, hingga cicilan 0% menjadi gula-gula manis yang sulit ditolak. "Awalnya cuma coba-coba buat beli skincare pas tanggal tua. Eh, keterusan karena ngerasa 'ringan' bayarnya. Padahal kalau dihitung-hitung ya lumayan juga tagihannya di akhir bulan," aku Rian (24), seorang first jobber.
Data menunjukkan bahwa sektor Makanan dan Minuman (F&B) menjadi kategori pengeluaran tertinggi. Kopi kekinian, boba, makanan viral, semuanya dibayar pakai scan-scan. Peringkat kedua? Jangan kaget, Skin Game dan Voucher Game! Ya, hobi main game bukan lagi sekadar main, tapi juga investasi gaya hidup digital. Layanan transportasi online (ojol dan taksi online) menempati posisi ketiga.
Tapi hati-hati, kemudahan Paylater ini bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi membantu cashflow saat kepepet, di sisi lain bisa jadi jebakan utang yang bikin pusing tujuh keliling kalau tidak dikelola dengan bijak. Literasi keuangan jadi PR besar buat Gen Z biar gak terjerat lilitan utang di usia muda.
Sinyal Bahaya buat Bank Konvensional?
Dominasi dompet digital ini jelas menjadi lampu kuning—atau bahkan merah—bagi perbankan konvensional yang masih nyaman dengan cara lama. Aplikasi mobile banking yang lemot, tampilan antarmuka (UI) yang kaku kayak formulir kelurahan, dan fitur yang itu-itu saja, bakal ditinggal lari oleh nasabah muda.
Analis ekonomi digital, Wijaya Kusuma, memperingatkan, "Bank harus segera berbenah. Gen Z itu ga setia sama satu brand. Siapa yang kasih experience paling enak, paling cepat, dan paling banyak promonya, ke situ mereka lari. Kalau bank cuma ngandelin nama besar tapi aplikasinya sering error pas tanggal gajian, ya bye-bye."
Bank perlu merevitalisasi layanan digital mereka. Bukan cuma mindahin layanan teller ke HP, tapi menciptakan ekosistem finansial yang asik. Gamifikasi, fitur pencatat keuangan otomatis, atau integrasi dengan lifestyle sehari-hari bisa jadi strategi jitu.
Tips Biar Gak Boncos
Buat kalian para Gen Z (atau siapa pun yang candu dompet digital), ada beberapa tips biar dompet digital gak bikin dompet beneran jadi bolong:
- Set Limit Harian: Jangan malas atur limit transaksi harian di aplikasi. Ini rem otomatis biar gak kebablasan jajan.
- Hapus Aplikasi Saat 'Detox': Kalau ngerasa udah terlalu boros, coba deh uninstall dulu aplikasi belanja atau food delivery selama seminggu. Rasakan bedanya di saldo rekeningmu.
- Paylater untuk Produktif: Boleh pakai Paylater, tapi usahakan untuk hal yang produktif atau mendesak. Jangan buat beli barang konsumtif yang nilainya turun terus.
- Cek Riwayat Transaksi: Sering-sering buka menu history. Kadang kita kaget sendiri liat betapa banyaknya pengeluaran receh yang kalau dikumpulin bisa buat DP rumah (lebay dikit gapapa biar sadar!).
Intinya, teknologi itu alat. Kitalah tuannya. Jangan sampai kita yang diperbudak oleh kemudahan teknologi sampai lupa mengatur masa depan finansial. Stay smart, stay digital, but stay rich in real life too!
ARTIKEL TERKAIT

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Digital Pasca Pandemi: Kebangkitan UMKM

Pentingnya Standar Keselamatan Jalan dan Peluang Bisnis Jual Rambu di Era Pembangunan Infrastruktur

Meledakkan Popularitas Brand: Strategi Ampuh Menggunakan Jasa Media Press Release di Era Digital
